Tipikornews.com TANGERANG | Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025 di Provinsi Banten kembali menuai sorotan tajam. Sistem zonasi yang selama ini dianggap memberi keadilan akses pendidikan bagi siswa justru menjadi sumber polemik. Pasalnya, kini zonasi digabungkan dengan nilai rapor, yang dinilai mempersulit siswa yang seharusnya berhak berdasarkan domisili.
Kondisi ini memicu protes dari warga Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Ratusan warga bersama aktivis dari Forum Masyarakat Bela Tangerang (FMBT) mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Banten segera menambah daya tampung siswa di SMAN 12 Kabupaten Tangerang. Mereka menyuarakan keresahan karena banyak anak-anak di wilayah tersebut gagal diterima di sekolah negeri terdekat, meskipun rumah mereka sangat dekat dari sekolah.
“Kami telah menyampaikan aspirasi ini secara resmi ke Dinas Pendidikan Provinsi, juga ditembuskan ke Gubernur, DPRD, dan pihak sekolah,” ujar Ahmad Mulyadi, pengurus Komite SMAN 12 Kabupaten Tangerang, Jumat (4/7/2025).
Senada dengan itu, Koordinator warga, Niwan Rosidin menyuarakan kekhawatiran mendalam atas masa depan anak-anak yang terancam putus sekolah. Ia menyebut sistem yang menggabungkan zonasi dengan nilai akademik justru menciptakan ketimpangan baru.
“Mereka enggan sekolah jika harus bersaing dengan sistem nilai dalam jalur domisili. Ini sangat memprihatinkan. Bisa jadi anak-anak jadi frustasi dan terjerumus ke hal-hal negatif,” ujarnya.
Salah satu orang tua murid bahkan mengungkapkan, meskipun rumahnya hanya 150 meter dari SMAN 12, anaknya tetap tidak diterima karena kalah nilai dalam jalur zonasi.
“Ini jelas aneh. Jalur zonasi seharusnya mempertimbangkan jarak, bukan nilai rapor. Sistem seperti ini membingungkan dan tidak adil,” keluhnya.
Pihak Sekolah Terikat Regulasi
Menanggapi polemik ini, Kepala SMAN 12 Kabupaten Tangerang, Raden Tanjung Sekartiani Yulraida, menegaskan pihaknya hanya menjalankan aturan dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
“Kami hanya pelaksana. Semua keputusan ada di Dinas Pendidikan. Kami sudah menyampaikan keluhan warga, termasuk jalur domisili yang jadi masalah,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa setiap rombongan belajar dibatasi 36 siswa per kelas, dengan total 12 kelas di tiap jenjang. Sehingga penambahan kuota bukan wewenang sekolah, tetapi mutlak ditentukan oleh provinsi.
Aspirasi dari Kepala Desa
Kepala Desa Kampung Besar, Ahmad Salim, juga ikut bersuara. Ia menyatakan setidaknya ada puluhan warganya yang tak lolos seleksi PPDB di SMAN 12, padahal jarak rumah mereka hanya puluhan meter dari sekolah.
“Ada empat siswa yang tinggal hanya sekitar 50 meter dari sekolah, tapi tetap tidak diterima. Kami hanya ingin memfasilitasi warga agar komunikasi dengan sekolah berjalan baik,” katanya.
Tuntutan Evaluasi dan Perbaikan
Masyarakat Teluknaga kini berharap besar kepada Dinas Pendidikan Provinsi Banten agar mengevaluasi sistem zonasi yang diberlakukan. Mereka menilai sistem saat ini tidak mencerminkan asas keadilan, bahkan rawan memicu gejolak sosial jika tidak segera ditindaklanjuti.
Rudolf
0 Komentar